Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!
Setelah kita bersyukur kepada Allah Swt dan bershalawat kepada nabi kita Muhammad SAW. Kita berharap dan memohon semoga Allah Swt, meridhoi dan menerima amalan yang kita lakukan sebagai amalan ibadah yang diterima serta kita memohon pula untuk senantiasa dijadikan pengikut Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang setia hingga akhir hayat serta kita tidak kembali keharibaan-Nya kecuali dalam keadaan berserah diri kepada-Nya, sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita di dalam surat Ali Imran ayat 102:
Artinya: “Dan janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan beragam Islam.” (QS. Ali Imran 102)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!
Suatu hari Baginda Rasulullah SAW sedang berjalan-jalan dan melewati seorang sahabat yang sedang membaca Al-Qur’an. Surat yang dibacanya yaitu surat Ar-Rahman. Sampailah ia pada ayat yang ke 37 :
37. Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak.(TQS ar-Rahman [55]: 37).
Seketika tubuhnya pun gemetar dan ia langsung menangis seraya bergumam,
“Ya Allah, apa yang bakal terjadi dengan diriku sekiranya langit terbelah (terjadi kiamat)? Sungguh malang nasibku!” Mendengar itu, rasulpun bersabda, “Tangisanmu menyebabkan para malaikat pun turut menangis.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!
Dikisahkan pula, bahwa Abdullah bin Rawahah ra suatu ketika tampak sedang menangis dengan sedihnya. Melihat itu, istrinya pun turut menangis hingga Abdullah bertanya, “Mengapa engkau menangis?” Istrinya menjawab, “Melihatmu menangis, itulah yang menyebabkan aku menangis.” Abdullah bin Rawahah ra lalu bertutur, “Saat aku membayangkan bahwa aku bakal menyeberangi shirâth, aku tidak tahu apakah aku akan selamat atau tidak. Itulah yang membuatku menangis.” (al-Kandahlawi, Fadhâ'il A'mâl, hlm. 565.)
Kisah-kisah semacam ini yang menggambarkan rasa takut para sahabat, juga generasi salafush-shalih, terhadap azab Allah SWT sangatlah banyak. Oleh karena itu wajarlah jika mereka adalah orang-orang yang selalu bersungguh-sungguh di dalam menjalankan ketaatan kepada Allah SWT dan dalam menjauhi kemaksiatan kepada-Nya , karena begitu dahsyatnya rasa takut mereka kepada-Nya. Benarlah apa yang dikatakan oleh Fudhail bin Iyadh saat berkata, “Rasa takut kepada Allah SWT selamanya akan membawa kebaikan.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!
“Kemudian bagaimana dengan generasi Muslim saat ini?” Sayang, rasa takut kepada Allah SWT sepertinya begitu sulit tumbuh pada kebanyakan kita. Yang terjadi malah sebaliknya. Kita seolah-olah menjadi orang yang paling berani menghadapi azab Allah SWT kelak pada hari Kiamat. “Bagaimana tidak?” Perilaku kebanyakan kita menunjukkan hal yang demikian.
Menerapkan hukum-hukum kufur, mencampakkan hukum-hukum Allah, menerapkan hukum secara tidak adil dan berlaku lalim terhadap rakyat, tidak lagi dipandang sebagai maksiat. Korupsi, kolusi dan suap-menyuap tidak lagi dipandang sebagai suatu dosa. Riba, judi, dan berlaku curang di dalam bisnis tidak lagi dianggap sebagai tindakan yang salah. Mengobral aurat, bergaul bebas, selingkuh dan zina tidak lagi dipandang sebagai perbuatan maksiat dan laknat. Demikian juga dengan meninggalkan shalat, melalaikan zakat dan puasa tidak lagi dianggap sebagai suatu dosa.
Perilaku demikian nyata sekali menunjukkan, bahwa kebanyakan generasi Muslim saat ini adalah orang-orang yang berani menantang azabnya Allah SWT yang sesungguhnya maha dahsyat!” Padahal jika ada setitik saja pada diri kita rasa takut kepada Allah SWT, kita tentu akan selalu berusaha untuk meninggalkan serta menjauhkan diri dari semua perbuatan-perbuatan terkutuk tersebut.
Sudah sepantasnyalah kita mesti merasa malu dengan generasi shalafush-shalih sebagaimana direpresantasikan oleh secuil kisah sahabat di atas tadi. Bagaimana tidak. Sebagian dari mereka sudah mendapatkan jaminan dari Allah SWT untuk masuk kedalam surga. Namun, rasa khawatir dan rasa takut kepada Allah SWT yang luar biasa sering kali menyelimuti sebagian besar qolbu dan hati mereka.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!
Simaklah kembali kekhawatiran dan rasa takut Umar bin Khaththab ra., salah seorang sahabat besar Rasulullah SAW yang telah dijamin masuk surga, saat beliau bertutur, “Pada hari Kiamat nanti, apabila diumumkan bahwa semua manusia akan masuk surga, kecuali hanya seorang saja yang akan masuk neraka, maka aku sangat khawatir bahwa yang seorang itu adalah aku, karena begitu banyaknya dosa-dosaku.”
Lalu bagaimana dengan kita? Meski jelas kita sangat jauh lebih banyak dosanya dari pada Umar bin Khaththab ra, dan belum pasti untuk mendapatkan 'tiket' masuk kedalam surga, namun rasa khawatir dan rasa takut kepada azabnya Allah SWT sepertinya sulit tumbuh di dalam diri kita. Kebanyakan dari kita tetap santai-santai saja, seolah-olah akan hidup abadi selama-lamanya, bahkan sepertinya kita sudah kebal dengan rasa takut kepada Allah SWT, dan tidak khawatir dengan azab-Nya yang pasti siapapun mustahil sanggup menanggungnya.
Jika sudah demikian, sepertinya kita perlu merenungkan kembali firman Allah SWT dalam sebuah hadis qudsi, “Aku tidak akan mengumpulkan dua ketakutan pada seorang hamba. Jika ia tidak takut kepada-Ku di dunia maka Aku akan memberinya rasa takut di akhirat. Jika ia takut kepada-ku di dunia maka Aku akan menghilangkan rasa takut pada dirinya di akhirat.”
Oleh karena itu, benarlah apa yang dikatakan oleh Abu Sulaiman Darani saat beliau berkata, “Kecelakaanlah bagi jiwa yang kosong dari rasa takut kepada Allah SWT!”
Lantas mengapa kebanyakan dari pada generasi Muslim saat ini begitu hampa dari rasa takut kepada Allah SWT? Tidak lain karena mata hatinya telah buta sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT (TQS al-Hajj [22]: 46).
“Maka sesungguhnya bukanlah mata mereka itu yang buta, akan tetapi yang buta ialah mata hati dari mereka yang ada di dalam dada.” (TQS al-Hajj [22]: 46).
Ya, kebanyakan mata hati kita memang sudah di butakan oleh gemerlapnya dunia yang sesungguhnya hanya bersifat sementara dan cenderung menipu. Akibatnya, kita tidak sanggup lagi melihat pahala dan dosa, serta tidak berdaya lagi menatap nikmat surga dan azab neraka yang sesungguhnya kekal dan abadi serta benar-benar 'nyata'.
Semoga Allah Swt senantiasa memberikan petunjuknya kepada kita semua, untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan melaksanakan kebaikan-kebaikan sesuai dengan syariat. Dan Allah menjadikan hari-hari kita, menjadi hari-hari yang penuh dengan amal shalih yang akan membawa kita kepada kebahagiaan, ketenangan dan keselamatan baik didunia maupun di akhirat.
Serta senantiasa Allah berikan hidayah pada segala urusan kita, khususnya dalam menajamkan mata hati kita dan memberikan petunjuk kepada kita semua dalam menapaki jalan-Nya yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Allah berikan nikmat kepada mereka, yaitu jalannya para nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada, serta orang-orang yang shalih, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Menajamkan Mata Hati"
Post a Comment