Hadirin, jama’ah shalat Jum’at yang dimulyakan Allah swt.
Pada kesempatan yang mulia ini, saya berwasiat kepada hadirin jamaah Jum’at sekalian, terutama kepada diri saya sendiri untuk senantiasa meningkatkan kualitas iman dan takwa kepada Allah swt. dengan terus menerus berupaya menambah ketaatan kita dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya dengan penuh kesadaran, kesabaran,dan keikhlasan hati, serta mensyukuri nikmat dan karunia-Nya. Semoga kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang bahagia hidupnya, baik didunia, terutama di akhirat kelak. Amin.
Hadirin, jama’ah shalat Jum’at yang dimulyakan Allah swt.
Allah swt. Tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah menyembah kepada –Nya sebagaimana firmannya :
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. ( QS. Adz-Dzariyat: 56 )
Ibadah atau menyembah kepada Allah swt. adalah tugas pokok dalam kehidupan umat manusia di alam dunia ini. Ibadah dalam arti yang luas baik yang berdimensi ibadah mahdhah maupun ibadah sosial, yang dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan syari’at, secara tulus dan ikhlas demi mengabdi kepada Allah Swt dengan penuh kecintaan dan mengharapkan ridha-Nya.
Bentuk-bentuk ibadah di dalam Islam itu bermacam-macam, ada ibadah yang sifatnya harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan dan ada pula bentuk ibadah yang wajib dilakukan sekali dalam seumur hidup. Ibadah yang bersifat harian seperti shalat wajib lima waktu; sedangkan yang bersifat mingguan misalnya shalat Jum’at; sebagaimana yang kita lakukan bersama saat ini; yang bersifat bulanan atau tahunan misalnya, puasa di bulan ramadhan, shalat Idul Fitri, shalat Idul Adha dll. Selain dari pada itu, masih banyak bentuk2 ibadah lain yang sifatnya tidak terikat oleh waktu, seperti halnya berdzikir, beritikaf, membaca Al-Qur’an, beramal sholeh, berbuat baik dan lain sebagainya.
Hadirin, jama’ah shalat Jum’at yang dimulyakan Allah swt.
Pada dasarnya setiap ibadah yang diperintah oleh Allah Swt. baik yang wajib maupun yang sunah, mengandung makna merendah diri, khudzu, dan merunduk dengan penuh kecintaan kepada Allah Swt. Karena esensi cinta itu sesungguhnya adalah pengabdian dan pengorbanan secara tulus dan ikhlas. Kedalaman dan kesempurnaan cinta itu hanyalah patut dipersembahkan kepada Allah Swt semata. Kecintaan selain kepada Allah, haruslah diletakkan dan diposisikan dibawah kecintaan terhadap Allah Swt.
Hal itu, sebagaimana diterangkan dalam firman Allah Swt :
Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya,
maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.
(QS. At–Taubah : 24 )
Hadirin, jama’ah shalat Jum’at yang dimulyakan Allah swt.
Setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yang baik maupun yang buruk, tidak akan menimbulkan pengaruh dan akibat apapun kepada Allah Swt, akan tetapi semua itu, akan kembali dan diperhitungkan buat manusia itu sendiri. Allah Swt berfirman :
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri;
dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba (Nya).
(QS. Fush shilat : 24 )
Pada dasarnya, semua bentuk pengabdian dan peribadatan yang kita lakukan itu, adalah untuk kepentingan kita sendiri dan sama sekali bukanlah demi untuk kepentingan Allah swt. Kebesaran dan keagungan Allah tidak dipengaruhi oleh ketaatan dan pengabdian hambanya. Betapapun seluruh manusia dan jin itu berpaling dan tidak mau menyembah kepada Allah, berpesta pora dan tenggelam dalam kedurhakaan dan kemaksiatan, Allah tidak akan rugi dan tidak akan mengurangi keagungan dan kemuliaan-Nya sedikitpun. Kemahamuliaaan dan kekauasaannya tidak tergantung ketaan dan kebaktian dari pada hambanya.
Semua peribadatan dan pujian umat manusia yang dipanjatkan kepada Allah tidak akan menambah kekuasaannya. Dan keingkaran manusia kepada Allah juga tidak akan mengurangi kekuasaannya. Karena, Allahlah yang memiliki segalanya, Allah Maha Kaya, Alllah tidak membutuhkan hambanya, tetapi hambanyalah yang selalu membutuhkan kemurahan dan pertolongan-Nya.
Oleh karena itu agar setiap aktivitas kehidupan kita dapat bernilai ibadah disisi Allah Swt, maka perhatikanlah hal2 berikut ini :
Pertama : Menata niat dengan benar, setiap aktivitas yang kita lakukan haruslah disertai dengan niat yang benar dan tulus ikhlas, yaitu niat yang sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt seperti, makan dan minum agar bernilai ibadah, maka harus disertai niat bahwa dengan makan dan minum itu, agar dirinya sehat dan kuat, sehingga dapat beribadah kepada Allah Swt. Bekerja yang halal dapat bernilai ibadah, bila dilakukan karena Allah, untuk mencari nafah buat isteri, anak dan keluarganya sehingga mampu bertahan hidup untuk melakukan ibadah dan taat kepada Allah Swt.
Kedua : Aktivitas dan usaha yang dilakukan itu bukan termasuk yang dilarang oleh Allah. Seperti perdagangan minuman keras, prostitusi, melakukan transaksi riba dan hal2 lainnya yang dilarang dalam Islam. Bekerja dan beraktivitas pada hal2 yang dilarang dalam agama tersebut bukan termasuk ibadah walaupun diniatkan mencari nafkah untuk anak dan isteri, untuk beramal dan bersedekah dari hasil karyanya itu. Tetapi semua itu merupakan kemaksiatan dan kedurhakaan serta kekejian yang dilarang oleh Allah Swt dan besar dosanya.
Ketiga : Setiap pekerjaan dan usaha yang dijalani itu, hendaklah dilakukan dengan tetap mengingat akan kebesaran Allah Swt dan mengharap rahmatnya. Jangan sampai semua itu, justru membuat lalai dari mengingat Allah Swt. sebagaimana firmannya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi”. ( QS. Al Munafiqun : 9 )
Ke empat : Setiap usaha dan pekerjaan yang dilakukan tidak melanggar batas2 yang ditentukan oleh syariat Islam, tidak berlaku dzalim, tidak disertai dengan tipu- menipu, tidak berdusta, tidak berkhianat, tidak merampas hak2 orang lain dan lain sebagainya.
Kelima : Setiap pekerjaan yang dikukan hendaklah dilakukan dengan baik, sungguh2 dengan tetap menjaga akhlaqul karimah. Rasulullah Saw bersabda :
“Innallaha yuhibbu idzaa ‘amila ahadukum ‘amalan an yutqi nahu “
“Sesungguhnya Allah menyukai seseorang diantara kamu yang ketika mengerjakan sesuatu perkara, dilakukan dengan tekun dan teliti”. ( HR Baihaki )
Hadirin, jama’ah shalat Jum’at yang dimulyakan Allah swt.
Kiranya jelaslah bagi kita, bahwa setiap amal perbuatan yang kita lakukan dengan tetap memperhatikan hal2 tersebut, maka amal perbuatan tersebut bermakna dan bernilai ibadah. Dengan begitu, kita telah memenuhi panggilan Allah, sesuai dengan tujuan pencipataan manusia dan jin, yaitu untuk mengabdi dan beribadah kepada-Nya.
Mudah2an Allah senantiasa menganugerahkan rahmat dan petunjuknya kepada kita, sehingga kita mampu menjalani dan mengisi sisa kehidupan ini dengan penuh ketaatan dan kebaktian kepada Allah Swt secara tulus dan ikhlas. Sehingga kita mendapatkan kebahagiaan hidup didunia dan kebahagiaan hidup di akhirat kelak. Amin....
Home » dakwah »
hidayah »
ibadah »
Jendela Hati »
khatib »
khutbah jum'at »
sholat
» Cara Hidup Yang Bernilai Ibadah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Cara Hidup Yang Bernilai Ibadah"
Post a Comment