Rejeki Supir Taxi

Rejeki Supir Taxi
"Kramat Raya, Pak?" tanya saya setengah ragu. "Mari, Pak!" kata sopir taksi itu mengiyakan, tanpa berpikir sejenakpun.Tentu saja saya gembira, karena tidak menyangka lelaki itu bakal mau mengantar.

Saya segera naik ke jok belakang, menutup pintu. Taksi pun melaju. Sebentar kemudian berputar 180 derajat di perempatan Cempaka Putih. Sekarang melaju ke arah Senen.

"Kok Bapak mau ke Kramat? Kan jaraknya dekat aja, Pak?" tanya saya memancing.


"Kita kan tidak pernah tahu ada apa di balik yang dekat itu, Pak," katanya sejenak kemudian. Senyumnya saya lihat di spion atas kepalanya. "Jika penumpang yang jarak dekat tidak diambil, rasanya seperti tidak menghargai Tuhan yang membagi rezeki buat kita."

Berkata bijak ternyata bukan hanya monopoli kaum filosof. Tetapi juga bisa keluar dari mulut Firmansyah, begitu nama yang terpampang di dashboard, seorang sopir taksi bersahaja yang saya temui pagi ini.

Maka meluncurlah cerita "filosof" yang sopir taksi itu.

"Saya banyak mengalami, kadang memang rasanya gimana gitu ketika sudah lama ngantri, ternyata dapat penumpang yang dekat," katanya sembari menarik napas perlahan. "Dapat lagi, dekat lagi. Dapat lagi, dekat lagi."

Saya cuma tersenyum. Tentu saja saya bisa merasakan "duka" itu. Seperti kita mengharapkan durian runtuh, tetapi apa daya jika kenari yang ternyata melayang jatuh.

"Tetapi, tak jarang," imbuh lelaki itu, "saya dapat yang dekat-dekat, tetapi berkali-kali. Juga pernah sekalinya dapat yang jauh, tetapi setelah itu baliknya tidak membawa penumpang sama sekali."

Ia tersenyum di tengah klakson jembatan layang menuju Kemayoran.

Saya mengangguk-angguk.

"Yah, artinya lebih baik terima saja yang masuk ke taksi, entah jurusan dekat ataupun jauh," kata saya. "Karena kita tidak pernah tahu, setelah itu dapat rezeki dalam bentuk apa lagi."

***

Beberapa hari berikutnya, saya menumpang taksi dari tempat dan dengan tujuan yang sama. Kali ini Bluebird, langganan saya.

"Kok Bapak mau mengantar penumpang dengan tujuan yang dekat seperti saya?" tanya saya memancing. Taksi sedang melaju ke arah Senen. Saya mencomot roti sarapan pagi dengan sekotak minuman dingin.

Ia tertawa.

"Jangankan Kramat Raya, Pak," katanya bersemangat, "bahkan saya pernah mengantar orang dari Cempaka Emas ke Ruko Cempaka Emas!"

"O, ya?" sergah saya heran. Jarak itu tak lebih dari selemparan lembing atau sebidikan panah. "Argo Bapak bahkan mungkin tidak sempat bergerak dari angka awal lima ribu perak, dong?"
"Yah, waktu itu sedang macet sih. Sempat nyampai enam ribu rupiah."

Saya mengangguk-angguk. Saya berandai-andai. Lima belas persen dari enam ribu tak lebih dari seribu rupiah. Itu yang dia dapat untuk mengantar penumpang sedekat itu, buah dari mengantri di pool mungkin setengah hari.

"Belum lagi ketika kembali ke pool, ternyata sudah penuh," katanya menerawang. "Harus berputar dulu tiga-empat kali untuk dapat antrian lagi."
"Wah, susah juga, ya Pak?" timpal saya. Sudah dapat yang sangat dekat, kembali ke pool antri di paling belakang lagi. Itu pun setelah muter lebih dulu.

"Ya. Bahkan saya pernah, sudah mengantri di belakang, diserobot teman lagi," katanya enteng, bahkan cenderung riang. "Saya sih pasrah saja. Tidak lama, teman saya mendapat penumpang dengan tujuan Patra Jasa. Sebentar kemudian, seorang penumpang mengetok pintu mobil saya. Cikarang, Pak? Tentu saja saya ambil karena jaraknya jauh, berlipat-lipat dibandingkan Patra Jasa."
Saya ikut tersenyum mendengar ceritanya. "Itu semua buah dari keikhlasan, Pak."

"Alhamdulillah, saya nggak pernah menolak penumpang sedekat apapun tujuan mereka. Saya yakin, Allah memberikan rezeki saya dengan cara yang demikian. Kadang sedikit, kadang banyak. Saya tidak pilih-pilih."

Demikianlah Pak Endang, begitu namanya terpampang di dashboard, menyimpulkan. Sebuah kesimpulan sederhana yang tidak sesederhana maknanya.

***

Saya banyak belajar dari kedua orang itu, Pak Firmansyah dan Pak Endang; sopir-sopir taksi yang sederhana. Mereka masih "menghargai Tuhan", begitu bahasa mereka. Caranya sungguh sangat sederhana: mengantarkan penumpang yang naik taksi mereka, meski dekat sekalipun jaraknya. 


Menolak penumpang, sama saja dengan menolak rezeki yang sudah Allah hidangkan di hadapan. Menolak penumpang, sama halnya tidak menghargai Sang Pembagi Rezeki. Karenanya, tidak ada yang sepatutnya harus dilakukan, bagi mereka, kecuali ikhlas mengantar.

Terbukti dalam berbagai kesempatan mengantar penumpang yang dekat itu, ternyata sambung-menyambung dengan penumpang yang turun naik; begitu satu penumpang turun, ada yang langsung naik. 


Bahkan tak jarang, banyak penumpang jarak dekat yang memberikan "uang lebih" berkat kesediaan mereka mengantar tanpa mengeluh. Jumlahnya sering lebih banyak ketimbang persentase yang mereka terima dari mengantar penumpang jarak jauh. Jarak dekat, karenanya tidak lantas identik dengan rezeki cekak.

Sungguh sebuah sikap hidup yang, kata orang Jawa, sumarah. Pasrah, tetapi bukan layaknya wayang. Dalam bahasa agama, barangkali inilah pengejawantahan sikap tawakal setelah berazam. Bukan sikap pasrah yang salah-kaprah; yang sering salah dipahami sebagai "pulung sugih pulung mlarat". 


Kalau Tuhan menakdirkan kita kaya, tanpa berusaha pun, kita akan kaya. Kalau ditakdir miskin, bekerja keras peras-keringat-banting-tulang sekalipun ibaratnya, tetap akan miskin.

Saya lantas teringat dengan sebuah hadits, bahwa Allah itu tergantung pada persangkaaan (dzon) hamba pada-Nya. Kedua lelaki di atas, dalam pandangan saya, telah memberikan persangkaan yang baik pada rencana Tuhan di balik penumpang yang dekat itu. Ketika sopir yang lain menyangka "rugi" ketika harus mengantar penumpang yang dekat, keduanya tidak pernah berprasangka demikian.

Boleh jadi keduanya tidak hapal dengan ayat Al-Qur'an tentang rezeki yang min haitsu laa yahtasib. Tetapi saya yakin, keduanya, juga kita, paham bahwa rezeki itu datangnya bisa tidak disangka-sangka. Tetapi sementara kedua sopir di atas sudah mempraktekkan pemahaman itu di kehidupan keseharian, kita sendiri barangkali masih berkutat pada tataran teori.

Jika Nabi Musa pernah belajar kepada Khidir, kita yang bukan siapa-siapa ini tak ada salahnya belajar pada orang-orang sederhana seperti kedua sopir taksi di atas. 

Related Posts:

Pembuktian Sains Tentang Keberadaan Tuhan



Apa pendapatmu tentang hal itu,  nak? Dimanakah Tuhanmu sekarang?"
"Mari kita bahas permasalahan besar dalam sains, yakni
Tentang: TUHAN", kata seorang profesor filsafat yang atheis
di muka kelas. Kemudian dia  meminta seorang mahasiswa baru
maju ke depan kelas.
"Kamu beragama, bukan?"
"Ya, pak."
"Jadi, kamu percaya pada Tuhan?"
"Tentu saja."
"Apakah Tuhan baik?"
"Jelas! Tuhan baik."
"Apakah Tuhan Maha Kuasa? Dapatkah Tuhan melakukan segala sesuatu?"
"Ya."
"Baik atau burukkah kamu?"

"Kitab Suci mengatakan manusia pada dasarnya berdosa."
Sang profesor menyeringai sinis.
"Ahh! Kitab Suci!" Dia berpikir sejenak.
"Coba yang satu ini. Misalkan ada seseorang sakit di sekitar sini dan
kamu bisa menyembuhkannya. Bersediakah kamu menolongnya?"
"Ya, pak, saya bersedia."
"Maka, kamu baik!"
"Saya tidak mengatakan demikian."
"Mengapa tidak? Kamu bersedia menolong orang sakit dan menyembuhkannya
jika kamu bisa... Kebanyakan orang pun akan melakukannya jika bisa... 
tetapi kenapa Tuhan tidak."

[Tiada jawaban]

"Dia tidak melakukannya, bukan? Saudara saya adalah seorang
beragama yang meninggal karena kanker, meskipun dia sudah berdoa meminta
Tuhan menyembuhkannya. Bagaimana bisa dikatakan bahwa Tuhan baik?
Dapatkah kamu menjawabnya?"

[Tiada jawaban]

"Kamu tidak bisa menjawab, bukan?"
Sang profesor meneguk air dari gelas di mejanya untuk  memberi kesempatan
pada sang mahasiswa menenangkan diri.
"Mari kita lanjutkan, anak muda. Apakah Tuhan itu baik?"
"Ng... Ya."
"Apakah setan itu baik?"
"Tidak."
"Darimana datangnya setan?"
Sang mahasiswa tergagap.
"Dari... Tuhan..."
"Tuhan menciptakan setan, bukan?"
Sang profesor menyeringai pada seluruh mahasiswa.
Rasanya kita akan mendapatkan banyak kegembiraan dalam semester ini,
tuan-tuan dan nona-nona."

Dia kembali ke mahasiswa di depan kelas.
"Katakan, adakah kejahatan di dunia?"

"Ya, pak."
"Kejahatan ada di mana-mana, bukan? Apakah Tuhan menciptakan segala-galanya?
"Ya."
"Jadi, siapa yang menciptakan kejahatan?"

[Tiada jawaban]

"Adakah penyakit di dunia ini? Pelanggaran susila?
Kebencian?  Kekerasan?Segala hal mengerikan,
apakah semuanya ada di dunia ini?"

Sang mahasiswa merasakan kegelisahan merayapi kakinya.
"Ya."
"Siapa yang menciptakan?"

[Tiada jawaban]

Sang profesor tiba-tiba berteriak pada sang mahasiswa,
"SIAPA YANG MENCIPTAKAN SEMUA ITU.....?  COBA KATAKAN PADA SAYA!"
Sang profesor memandang tajam wajah sang mahasiswa.
Dengan suara dalam dia berkata, "Tuhan yang menciptakan semua kejahatan, bukan?"

[Tiada jawaban]

Sang mahasiswa berusaha menggapai-gapai pegangan, matanya
mencari-cari, namun gagal  "KATAKAN…!!!", sambung sang profesor, "Bagaimana
bisa dikatakan bahwa Tuhan baik jika Dia menciptakan kejahatan
sepanjang waktu?
Semua kebencian, kebrutalan, kesakitan, siksaan, kematian, keburukan, dan
penderitaan diciptakan Tuhan yang baik ini di seluruh dunia, bukan begitu anak muda?"

[Tiada jawaban]

"Tidakkah kamu melihatnya di seluruh dunia?"

[Diam]

"Tidakkah?" tanya sang profesor menatap wajah sang mahasiswa
sambil mendesis"Apakah Tuhan baik?"

[Tiada jawaban]

"Apakah kamu percaya Tuhan, nak?"
Jawaban sang mahasiswa mengecewakannya.
"Ya, profesor. Saya percaya."
Sang profesor menggeleng-gelengkan kepala dengan raut wajah yang sedih.
"Sains mengatakan bahwa kamu memiliki panca indra yang kamu
gunakan untuk mengidentifikasi dan mengamati dunia sekitar kamu.
Apakah kamu sudah melakukannya?"
"Belum, pak. Saya belum pernah melihat Tuhan."
"Maka, katakan pada kami, pernahkah kamu mendengar Tuhan?"
"Tidak, pak. Saya belum pernah."
"Pernahkah kamu merasakan Tuhan, mengecap Tuhanmu atau membaui-Nya?
Intinya, apakah kamu memiliki tanggapan indra apapun tentang Tuhan?"

[Tiada jawaban]

"Jawablah."
"Tidak, pak, saya khawatir saya belum pernah."
"Kamu KHAWATIR... kamu belum?"
"Belum, pak."
"Tetapi kamu tetap mempercayai-Nya?"
"...ya..."
"Itu adalah KEPERCAYAAN!" sang profesor tersenyum arif pada sang
mahasiswa.
"Sesuai kaidah empiris, mampu uji, protokol yang dapat didemonstrasikan,
sains menyatakan bahwa Tuhanmu tidak eksis. Apa pendapatmu tentang
hal itu,  nak? Dimanakah Tuhanmu sekarang?"

[Tiada jawaban]

"Silakan duduk."
Sang mahasiswa duduk. Kalah.

Seorang mahasiswa lain mengangkat tangannya.
"Profesor, bolehkah saya berbicara?"
Sang profesor berbalik dan tersenyum.
"Ah, seorang garda depan agama lainnya! Mari, anak muda. Silakan
kemukakan kearifan yang patut bagi rekan-rekan anda."

Sang mahasiswa memandang sekeliling kelas lalu berkata pada
sang profesor.
"Anda sudah menyatakan hal-hal yang sangat menarik, pak.
Sekarang saya mempunyai sebuah pertanyaan untuk anda. Adakah sesuatu
yang disebut panas?"

"Ya", sahut sang profesor. "Panas itu ada."
"Adakah sesuatu yang disebut dingin?"
"Ya, dingin juga ada."
"Tidak, pak! Itu tidak ada!"
Seringai sang profesor membeku. Ruang kelas
sekonyong-konyong  menjadi sangat dingin.

Sang mahasiswa melanjutkan.
"Anda bisa mendapatkan macam-macam panas, bahkan lebih...
panas, super-panas, mega-panas, agak panas, sedikit panas, atau tidak
panas, tetapi kita tidak memiliki sesuatu yang disebut 'dingin'.

Kita dapat mencapai 458 derajat di bawah nol, dimana tidak ada panas,
tetapi kita tidak bisa melampauinya lebih jauh lagi setelah
itu. Tidak ada sesuatu pun yang disebut dingin, kecuali jika kita bisa
mencapai suhu yang lebih dingin dari minus 458 derajat. Anda lihat, pak,
dingin hanyalah SEBUAH KATA yang kita gunakan untuk MENGGAMBARKAN
tentang KETIADAAN panas. Kita tidak bisa mengukur dingin.
Panas dapat kita ukur dalam satuan termal karena panas adalah energi.
Dingin bukan lawan panas, pak, melainkan ketiadaan panas."

[Diam]

Sebuah pin terjatuh berdenting di suatu tempat dalam kelas.
"Apakah ada sesuatu yang disebut gelap, profesor?" tanya
sang mahasiswa lagi.

"Itu pertanyaan bodoh, nak. Apakah malam itu jika bukan
gelap? Apa maksudmu?
"Jadi, anda mengatakan ada sesuatu yang disebut sebagai
gelap?"

"Ya..."

"Anda salah lagi, pak! Gelap bukanlah sesuatu, melainkan
ketiadaan sesuatu.
Anda bisa mendapatkan cahaya buram, cahaya normal, cahaya
terang, cahaya menyilaukan, tetapi jika anda tidak mendapatkan cahaya
secara berkesinambungan, anda tidak mendapatkan apa-apa, dan itu disebut gelap, bukan?
Itulah pengertian yang kita gunakan untuk menggambarkan kata tersebut.
Pada kenyataannya, gelap tidak ada. Jika ada, seharusnya
anda bisa membuat gelap menjadi lebih gelap lagi."

Menahan diri, sang profesor tersenyum pada anak muda lancang dihadapannya.
Ini benar-benar menjadi semester yang bagus.

"Maukah anda menjelaskan pada kami maksud anda, anak muda?"

"Baik, profesor. Maksud saya adalah filosofi anda sudah
cacat sejak awal sehingga kesimpulan anda sudah pasti rancu".
Sang profesor menjadi berang.

"Cacat? Lancang benar anda!"
"Pak, bolehkah saya menjelaskan maksud saya?"
Seisi kelas memasang telinga.
"Penjelasan... oh, penjelasan..."

Sang profesor dengan sangat mengagumkan berhasil
mengendalikan diri. Sekonyong-konyong dia bagaikan keramahan itu sendiri. Dia melambaikan tangannya untuk menenangkan kelas agar sang mahasiswa dapat melanjutkan.

"Anda menggunakan premis tentang pasangan" sang mahasiswa menjelaskan.

"Sebagai contoh, adanya hidup dan adanya mati; Tuhan baik dan Tuhan jahat. Anda memandang konsep ketuhanan sebagai sesuatu yang terbatas, sesuatu yang dapat diukur. Pak!”, sains bahkan tidak bisa menjelaskan pikiran. Itu menggunakan listrik dan magnet, tetapi tidak pernah terlihat, banyak yang tidak memahaminya.

Memandang kematian sebagai lawan kehidupan adalah pengabaian fakta bahwa kematian tidak bisa eksis sebagai sesuatu secara substantif. Kematian bukanlah lawan kehidupan, melainkan ketiadaan kehidupan"

Sang mahasiswa mengangkat sebuah surat kabar dari meja rekannya.
"Ini adalah salah satu tabloid paling menjijikkan di negeri ini, profesor.
Adakah sesuatu yang disebut ketidaksenonohan?"
"Tentu saja ada, sekarang..."

"Salah lagi, pak! Anda tahu, ketidaksenonohan adalah semata-mata karena ketiadaan moralitas.
Adakah yang disebut ketidakadilan? Tidak! Ketidakadilan adalah ketiadaan keadilan. Adakah yang disebut kejahatan?" sang mahasiswa berhenti sejenak.

"Bukankah kejahatan adalah ketiadaan kebaikan?"

Wajah sang profesor berubah merah. Dia sangat marah hingga sejenak  kehilangan kata-kata.

Sang mahasiswa melanjutkan, "Jika ada kejahatan di dunia, profesor!”, dan kita sepakat tentang itu, maka Tuhan, jika Dia eksis, tentu akan menyempurnakan pekerjaan-Nya melalui agen kejahatan tersebut. Pekerjaan apakah yang Tuhan sempurnakan dengannya?” Alkitab menyatakan bahwa tiap manusia, sesuai kebebasan keinginan sendiri, memilih kejahatan daripada kebaikan."

Sang profesor terhenyak.

"Selaku ilmuwan filsafat, saya tidak memandang permasalahan ini ada kaitannya dengan pilihan apapun; sebagai seorang realis, saya benar-benar tidak melihat konsep Tuhan maupun faktor teologis lain sebagai bagian dari dunia karena Tuhan tidak bisa diamati."

"Saya malah berpikir bahwa ketiadaan kode moral ketuhanan di dunia ini kemungkinan adalah satu fenomena yang paling bisa diamati" sahut sang mahasiswa, "surat kabar membuat milyaran dollar melaporkannya setiap minggu!

Katakan, profesor !”, “Apakah anda mengajar mahasiswa bahwa mereka berevolusi  dari kera?"

"Jika anda mengacu pada proses evolusi alamiah, anak muda, ya, tentu saja demikian yang saya lakukan."

"Pernahkah anda mengamati evolusi dengan mata anda sendiri, pak?"

Sang profesor menggertakkan giginya dan memandang sang mahasiswa dengan tajam.

"Profesor, karena tidak seorang pun pernah mengamati berlangsungnya proses evolusi dan bahkan tidak seorang pun dapat membuktikan proses ini sebagai upaya berkesinambungan, bukankah anda sedang mengajarkan opini anda, pak?” Apakah anda sekarang bukan seorang ilmuwan melainkan seorang pengkhotbah?"

"Saya memaafkan kelancangan anda dalam nuansa diskusi filosofis kita. Sudah selesaikah anda?" desis sang profesor.

"Jadi, anda tidak menerima kode moral ketuhanan melakukan apa yang layak?"

"Saya percaya pada apa adanya. Itulah sains!"

"Ahh! SAINS!" wajah sang mahasiswa berubah sinis.

"Pak, anda telah menegaskan bahwa sains adalah studi mengenai fenomena pengamatan. Sains juga adalah premis yang cacat..."

"SAINS CACAT?" sang profesor bergetar. Kelas menjadi gempar.

Sang mahasiswa tetap tegar berdiri hingga kegemparan mereda.

"Untuk melanjutkan point yang sudah anda nyatakan sebelumnya pada mahasiswa lain, bolehkah saya memberi contoh tentang apa yang saya maksudkan?"

Sang profesor diam. Sang mahasiswa memandang sekeliling ruang kelas.

"Adakah seseorang di kelas ini yang pernah melihat otak pak profesor?"

Kelas serentak pecah oleh tawa. Sang mahasiswa menunjuk pada sang profesor yang sudah remuk.

"Adakah orang di sini yang pernah mendengar otak  pak profesor, merasakan otak pak profesor, menyentuh, atau membaui otak pak profesor?"

Tampaknya tidak seorang pun pernah melakukannya. Sang mahasiswa menggeleng-gelengkan kepalanya dengan raut wajah sedih.

"Tampaknya tidak seorang pun pernah memiliki tanggapan indra apapun terhadap otak pak profesor. Maka, sesuai aturan empiris, keajegan, protokol yang dapat didemonstrasikan, sains, SAYA NYATAKAN bahwa bapak profesor kita ini "tidak punya otak!"

Kelas tercengkeram dalam chaos.

***

Related Posts:

Awas! Jangan Kalian Dekati Zina


Awas! Jangan Kalian Dekati Zina

Didalam Al-Qur'an Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk,(QS. Al-Isra’: 32).

Ibnul Qayyim berkata mengenai ayat ini, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan jalan ke arah zina sebagai seburuk-buruknya jalan dan pelaku perzinahan akan menghuni neraka. 

Di samping itu, tempat arwah mereka di alam barzah berada di tempat pembakaran yang di bawahnya terdapat api dari neraka. Ketika terbakar oleh api tersebut, mereka menjerit dan mengangkat tubuh, kemudian kembali terbakar lagi. 

Begitulah gambaran keadaan mereka nanti di hari kiamat. Sebagaimana sabda nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam saat melihatnya di dalam mimpi, di mana mimpi para Nabi adalah wahyu (pasti benarnya).

Dalam ayat lain, Allah menyifati tentang ibadurrahman, para wali Allah Dzat Maha Penyayang, 

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ 

الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan hal demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.(QS. Al-Furqaan: 68-69).

Terdapat riwayat dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu 'anhu yang menyatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai dosa terbesar yang pernah dilakukan oleh manusia. 

Beliau shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab, “Berbuat syirik kepada-Nya padahal Dia-lah yang telah menciptakan manusia.” Ibnu Mas’ud kembali bertanya, “Kemudian apa, Wahai Rasul?” Beliau menjawab, “Berzina dengan istri tetangga.(HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hazm berkata, “Zina adalah perbuatan dosa yang menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah. Zina juga merusak keturunan dan memecah-belah hubungan suami-istri. Orang yang berakal atau yang berakhlak tidak akan melakukannya.”
...Zina juga merusak keturunan dan memecah-belah hubungan suami-istri. Orang berakal tidak akan melakukannya...
Diriwayatkan dari Samurah bin Jundub, bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda kepada kami, “Sesungguhnya semalam telah datang kepadaku dua orang. Lalu mereka membangunkan aku dari tidurku seraya berkata, ‘Ayo pergi!’ Lalu aku pergi bersama mereka. Maka sampailah kami kepada suatu tempat seperti pembakaran. 

Tiba-tiba terdengar suara ribut dan gaduh. Kami pun pergi untuk mencari tahu tentang apa yang tengah terjadi. Di dalam tempat pembakaran tersebut ternyata berisikan wanita dan laki-laki telanjang, dan terdapat api menjilat mereka dari bawah. 

Apabila api itu menyambar, mereka berteriak-teriak meminta tolong.” Pada akhir riwayat dijelaskan, bahwa laki-laki dan wanita telanjang tersebut adalah para pelaku zina. (HR. Bukhari secara ringkas)

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam juga bersabda, 

لا يَحِلُّ دَمُ امرِئٍ مُسلِمٍ إلاَّ بِإحْدَى ثَلاثٍ : الثَّيِّبُ الزَّانِي ، والنَّفسُ بالنَّفسِ ، والتَّارِكُ لِدينِهِ المُفارِقُ لِلجماعَةِ

Tidak halal (ditumpahkan) darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada ilah yang patut untuk disembah kecuali Allah dan aku adalah utusan-Nya, melainkan karena salah satu dari tiga sebab berikut; pelaku zina yang telah berkeluarga, jiwa dengan jiwa (qishash pembunuhan), dan orang yang meninggalkan agama serta jama’ahnya (murtad).(HR. Bukhari, Muslim, dan selainnya)

Dalam riwayat al-Nasai dari 'Aisyah radliyallaahu 'anha, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam,

لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثِ خِصَالٍ زَانٍ مُحْصَنٌ يُرْجَمُ أَوْ رَجُلٌ قَتَلَ رَجُلًا مُتَعَمِّدًا فَيُقْتَلُ أَوْ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنْ الْإِسْلَامِ يُحَارِبُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَرَسُولَهُ فَيُقْتَلُ أَوْ يُصْلَبُ أَوْ يُنْفَى مِنْ الْأَرْضِ

Darah seorang muslim tidak halal (ditumpahkan) kecuali karena salah satu dari tiga sebab berikut; pezina muhsan (sudah menikah) dirajam, seseorang membunuh orang lain dengan sengaja maka dibunuh (diqishash), atau seseorang keluar dari Islam, memerangi Allah ‘azza wajalla dan Rasul-Nya maka dibunuh atau disalib atau diasingkan dari negeri.

Beliau juga pernah bersabda, 

ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ

Tiga golongan yang pada hari kiamat, Allah tidak akan mengajak bicara, tidak menyucikan, dan tidak mau melihat mereka, serta bagi mereka adzab yang pedih, yaitu orang tua yang berbuat zina, raja yang pendusta, dan orang miskin yang sombong.(HR.Muslim dan Nasai)

Pernah ada seorang pemuda datang kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam seraya berkata, “Ya Rasulallah, izinkan aku melakukan zina!” Maka marahlah para sahabat mendengar pernyataan pemuda tersebut sambil berkata, “Diam kau, diam!” 

Lalu Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam berkata kepada pemuda tersebut, “Mendekatlah!” Lalu ia mendekat dan duduk di samping beliau. Nabi bertanya kepada pemuda tersebut, “Apakah engkau rela jika zina itu menimpa ibumu?” Ia menjawab, “Demi Allah, aku tidak rela dan aku akan mencegah hal itu terjadi.” Maka Nabi bersabda, “Siapapun tidak rela zina itu menimpa ibu-ibu mereka. 

Lalu apakah engkau rela bila hal itu menimpa kepada anak perempuanmu?” Ia menjawab, “Aku tidak rela dan aku akan mencegahnya.” Nabi pun berkata padanya, “Semua orang tua tidak rela jika hal itu terjadi pada anak-anak perempuan mereka. 

Lalu apakah enhkau rela jika zina itu menimpa saudara perempuanmu?” Lalu ia menjawab, “Tidak, dan aku akan mendcegahnya.” Kemudian Nabi berkata, “Semua orang pun tidak ingin hal itu menimpa suadara perempuannya. Lalu apakah engkau suak hal itu terjadi pada bibimu (saudara perempuan dari bapak)?” Pemuda itu menjawab, “Tidak, dan aku akan mencegahnya.” 

Nabi berkata, “Semua orang tidak akan suka jika hal itu terjadi pada bibi-bibi mereka. Lalu apakah engkau rela jika hal itu menimpa bibimu (dari pihal ibu)?” Pemuda itu menjawab, “Tidak, dan aku akan mencegahnya.” Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam berkata padanya, 

“Begitu juga dengan orang-orang lain, mereka juga tidak rela jika hal itu menimpa bibi-bibi mereka.” Kemudian Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam meletakkan tangan beliau di pundak pemuda itu sambil berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya dan peliharalah kemaluannya.” 

Pada akhirnya pemuda itu tidak pernah menengok kepada hal-hal yang dilarang (berzina) setelah kejadian itu.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya)

Islam sangat anti dengan perbuatan zina dan secara tegas menghukum para pelaku perzinaan, sebagaimana hal itu hal itu diajarkan di dalam kitab Taurat. 

Adapun musuh-musuh Islam menganggap hal itu sebagai tindak kekerasan dan penyiksaan. Padahal, Islam mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum pelaksanaan hukuman tersebut. 

Musthafa shadiq al-Rafi’i, seorang sastrawan, ketika ditanya tentang hikmah diberlakukannya hukum rajam bagi pelaku zina –yang telah menikah- menjawab dalam bukunya “Wahyu Al-Qalam”, 
...Karena pelaku zina dapat menghancurkan rumah tangga, maka dia harus dibunuh menggunakan bebatuan...
“Karena pelaku zina dapat kenghancurkan rumah tangga, maka dia harus dibunuh menggunakan bebatuan. Sebab, tidak ada ajakan dan legalitas untuk melakukan perzinaan. 

Pria dan wanita bebas menentukan pasangannya dengan menikah. Tidak ada yang berhak melarangnya, sekalipun raja Inggris. Mereka juga berhak membatalkan dan memutuskan ikatan nikah yang disebabkan oleh kebencian atau kesulitan hidup. 

Bagi laki-laki dengan cara thalaq (cerai) dan bagi wanita dengan cara melalui seorang hakim. Hal ini sangat berlawanan sekali dengan ajaran agama lain –selain Islam yang mengharamkan thalaq, sebagaimana juga mengharamkan laki-laki menikahi wanita yang telah dicerai, sebagaimana yang terdapat dalam Injil Matius pasal 5 ayai 32 yang menyebutkan, “Barangsiapa yang mengawini wanita yang telah diceraikan, maka ia telah berzina.” 

Juga dalam Injil Markus pasal 10 ayat 11-12 disebutkan, “Barangsiapa menceraikan istrinya, lalu menikah lagi dengan wanita lain, maka sungguh ia telah berzina. Jika seorang wanita telah diceraikan oleh suaminya, lalu ia menikah lagi dengan lelaki lain, maka dia juga dikatakan telah melakukan zina.

Jadi, tidak ada hukum yang membolehkan perbuatan zina dan berkhianat antara suami-istri, kecuali hukum yang menghancurkan dan merusak di atas bumi ini. 

Oleh karena itu, Islam mewajibkan hukuman rajam bagi pelaku zina yang telah berkeluarga. Biasanya hal itu dilaksanakan karena pengakuan pelaku zina tersebut, oleh sebab syarat-syaratnya yang sulit untuk dilaksanakan. 

Antara zina dengan iman

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam pernah bersabda, 

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ  

Tidaklah jadi berzina seorang pezina ketika ingin berzina sementara ia masih beriman. Dan tidaklah jadi minum khamer (minuman keras) seorang peminum khamer ketika akan meminumnya sementara ia masih beriman. Dan tidaklah jadi mencuri seorang pencuri ketika akan mencuri sementara ia masih beriman.(HR. Bukhari).
...dampak negatif dari perbuatan zina adalah menimbulkan rasa takut di hati pelakunya, stress, dan tidak lapang dada...
Ja’far bin Muhammad ketika ditanya mengenai makna hadits ini menjawab dengan membuat lingkaran di atas tanah sambil berkata, “Ini merupakan lingkaran iman.” Lalu membuat lingkaran lain seraya berkata, 

“Ini adalah lingkaran Islam. Apabila seorang muslim berzina, maka sungguh ia telah keluar dari lingkaran ini (maksudnya lingkaran iman) dan belum keluar dari lingkaran yang satunya, yaitu Islam.” 

Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Perbuatan zina ini menimbulkan akibat atau dampak yang sangat buruk, karena ketika seorang muslim melakukannya, maka pada saat itu bisa dipastikan bahwa agamanya atau imannya menipis. Bahkan, hilang dari jiwanya. 

Zina juga dapat menyebabkan hilangnya sifat wara’, merusak wibawa, dan menipiskan ghirah keagamaan. Dampak lain darinya adalah seorang yang sering melakukan hal itu akan terbiasa untuk berbohong, menjadi hilang rasa malu yang ada pada dirinya, tidak ada lagi control dalam jiwanya dan cenderung untuk menjadi pengecut.

Di samping itu, dampak negatif dari perbuatan zina adalah menimbulkan rasa takut di hati pelakunya, stress, dan tidak lapang dada. Andai para pezina mengetahui kesenangan (kenikmatan) hidup andai bisa menahan diri dari berbuat zina, niscaya ia akan sadar bahwa ‘iffah adalah lebih baik untuk dirinya. 

Karena, nanti di surga orang-orang yang mampu menahan diri dari berbuat zina akan mendapat kenikmatan yang lebih, yaitu dengan memperoleh bidadari yang cantik, sekaligus mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah Ta’ala.” (Diringkas dari kitab Raudhatul Muhibbin, hal. 358-361).
...Hukuman berat bagi pezina bukan hanya di akhirat. Di dunia mereka terjebak dalam fitnah dan akan terjangkit penyakit kelamin yang hina dan memutus garis keturunan...
Hukuman berat bagi pezina bukan hanya di akhirat, di dunianya mereka akan terjebak dalam fitnah dan akan terkena penyakit-penyakit kelamin yang hina serta mengakibatkan terputusnya garis keturunan. 

Di samping itu, zina menyebabkan hilangnya rasa kasih sayang dan menyebabkan cepat lenyapnya kenikmatan biologis.

Syaikh Mahmud Mahdi Al-Istambuli dalam bukunya Tuhfatul ‘Arus, menyebutkan tentang cerita seorang pemuda kepadanya. Dia menyatakan berdasarkan ilmu kedokteran modern bahwa perzinahan sangat membahayakan kesehatan. 

Bahkan pernyakit akibat perzinahan sangat sulit disembuhkan atau tidak bisa dijamin kesembuhannya. Penyakit-penyakiat itu masih tetap mewabah dan merajalela hingga kini.  Wallahu a’lam bil shawab. . . .


Related Posts:

Sudah Terujikah Iman Kita...?

Sudah Terujikah Iman Kita...?
Pada kesempatan kali ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah SWT dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3: 

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta".

Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah SWT kepada kita, dan untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman.

Apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati kita, ataukah hanya sekedar ikut-ikutan saja sehingga tidak tahu arah dan tujuannya, ataukah pernyataan iman kita itu hanyalah didorong oleh kepentingan sesaat saja.

Yaitu ingin mendapatkan kemenangan akan tetapi tidak mau menghadapi kesulitan, seperti yang digambarkan Allah SWT dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah.

Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu. ”Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!

Bila kita sudah menyatakan bahwa kita beriman dan kita mengharapkan manisnya buah daripada iman yang kita miliki yaitu Surga Firdaus sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala :

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal". (Al-Kahfi 107).

Maka marilah kita harus bersiap-siap untuk menghadapi ujian yang berat, yang akan diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah manakala ujian itu datang menghampiri kita. Maka di dalam hal ini, Allah Swt memberikan sindiran kepada kita, kepada orang-orang yang ingin masuk Surga, akan tetapi tanpa melewati ujian yang berat.

Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian?
Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya: 

“Bilakah datangnya pertolongan Allah?”Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah [2] : 214).

Rasulullah SAW mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang terdahulu didalam rangka memperjuangan dan mempertahankan aqidah serta iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.

... Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada orang yang di sisir dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada pula orang yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkan dari agamanya... (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).

Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita....? cobaan apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita...? 

Bila kita memperhatikan perjuangan Rasulullah SAW dan orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka, mereka rela mengorbankan tenaga mereka, mereka rela mengorbankan pikiran mereka, bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu. 

Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan mungkin tidak ada artinya apa-apa, bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang besar dari Allah ,sementara pengorbanan kita sedikit pun belum pernah ada...?

Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!

Ujian yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia itu berbeda-beda caranya. Dan ujian dari Allah itu bermacam-macam bentuknya, maka dalam kesempatan siang ini, akan saya sampaikan, setidak-nya ada empat macam ujian yang telah dialami oleh para pendahulu kita:

Yang pertama: Ujian yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia yaitu dalam bentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada Nabi Ibrahim As, untuk menyembelih putranya yang sangat dicintainya. 

Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal,
bagaimana seorang bapak harus tega menyembelih anaknya yang sangat dicintainya, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:

"Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata". (Ash-Shaffat 106).

Disinilah kita bisa melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim As yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya, perintah yang sangat beratpun ia jalankan.

Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya Ismail adalah pelajaran yang sangat berharga bagi kita, karena sebagaimana kita rasakan dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah-perintah Allah yang dianggap berat bagi kita, namun dengan berbagai alasan kita selalu berusaha untuk tidak melaksanakannya.

Yang kedua: Ujian yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia dalam bentuk larangan untuk ditinggalkan, seperti halnya apa yang terjadi pada Nabi Yusuf As, tatkala beliau diuji dengan seorang perempuan yang cantik, istri seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya untuk berbuat zina. 

Namun Nabi Yusuf As membuktikan kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda pada umumnya iapun mempunyai hasrat yang sama kepada wanita itu . Namun ia berhasil menolak bujuk rayu perempuan itu. Ini artinya apa...? artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya itu.

Sikap Nabi Yusuf As ini perlu kita teladani, terutama oleh para pemuda Muslim di zaman sekarang ini, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, lokasi-lokasi pelacuran merebak di mana-mana, minum-minuman keras dan obat-obat terlarang sudah merambah ke berbagai lapisan masyarakat, bahkan sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun, sudah ada yang kecanduan dengan barang haram tersebut.

Perzinahan seakan-akan sudah menjadi barang biasa bagi para pemuda, sehingga tidak heran bila menurut sebuah penelitian, bahwa di kota-kota besar, enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi.

Dan akibatnya apa...? akibatnya adalah setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat setelah si bayi itu lahir. Keadaan seperti itu diperparah dengan semakin banyaknya media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga media elektronik dengan acara - acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para remaja.

Maka pada saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf As perlu ditanamkan dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang kemaksiatan.
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!

Yang ketiga: Ujian yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia, yaitu dalam bentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggal kematian orang yang dicintai dan lain sebagainya. 

Sebagai contoh, Nabi Ayyub As yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya, seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. 

Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:

“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;”
Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (QS Shaad 41).

Dan ketika itu Allah memerintahkan kepada Nabi Ayyub As untuk menghantamkan kakinya ke tanah, maka kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu, kemudian hilanglah seluruh penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 52).

Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas tahun ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat berat, namun di sini Nabi Ayub As membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya. 

Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan sebungkus Indomie, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup, yang mungkin tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub As ini.

Sidang jamaah Jum’at rahima kumullah

Yang keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya , terutama ketika masih berada di Mekkah, kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan yang berat, yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa.

Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah di akhir tahun ketujuh kenabiannya, ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah SAW beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan beliau untuk dibunuh. 

Bahkan Rasulullah SAW bersama orang-orang yang membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang sanghat hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).

Juga apa yang dialami oleh para shahabat-sahabat beliau tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir dan istrinya Sumayyah, dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah selama periode Mekkah. 

Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah sengatan terik matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota Mekkah dan Bilal pun hanya bisa mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).

Masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan mereka di dalam rangka mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus berdakwah di jalan Allah dan menyebarkan Islam.

Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat dan belahan dunia yang lainnya sekarang ini, akibat kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam di daerah-daerah lain. 

Umat Islam sekarang ini sedang diuji, sejauh mana ketahanan iman mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam dan kaum Muslimin.

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!

Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan aqidah dan iman mereka, akan dicatat pengorbanannya itu oleh malaikat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin.

Dan semoga umat Islam baik yang ada disini ataupun yang berada di daerah lain, bisa mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa ini, sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang kafir dan selalu berpegang teguh kepada tali ajaran Allah serta selalu siap sedia untuk berkorban dalam mempertahankan dan meninggikannya, karena dengan demikianlah pertolongan Allah akan datang kepada kita, sesuai dengan janji Allah :

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS. Muhammad: 7).

Barokallahu li walaquum...

***

Related Posts: