REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah diharapkan dapat membuat regulasi yang ketat terhadap rokok. Hal tersebut terkait dengan isu adanya filter rokok yang menggunakan bahan dari darah babi. Hal ini disampaikan oleh aktivis anti rokok asal Australia, Simon Chapman di Jakarta, Selasa (29/6) malam.
Dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi negara yang paling dirugikan dengan adanya rokok tersebut. Untuk itu, pemerintah harus memastikan bahwa rokok tersebut tidak beredar di Indonesia. "Harus diteliti apakah di sini (Indonesia-red) sudah ada rokok itu apa tidak," ucapnya kepada wartawan.
Hal tersebut, tambah Simon, berdasarkan penelitian koleganya yang berasal dari Belanda, Christien Meinderstein pada 2007. Meinderstein melakukan penelitian terhadap penggunaan babi dalam berbagai bentuk. Dari temuannya tersebut, terdapat hampir ribuan barang yang dibuat dengan bahan dari babi. Dari kulit hingga enzimnya. Dari penelitiannya itu juga dia menemukan adanya indikasi penggunaan darah babi, khususnya hemoglobin, dalam filter rokok.
Simon yang mempunyai gelar profesor di bidang sosiologi menuturkan hal itu perlu untuk dilakukan. Terlebih di zaman globalisasi seperti sekarang. Ekspor dan impor dapat dilakukan dengan cara yang gampang. Sehingga tidak menutup kemungkinan rokok tersebut telah beredar di dalam negeri.
Pada kesempatan yang sama, editor Majalah Tobacco Control, Ruth E Malone, mengatakan produsen rokok harus berhenti untuk menipu para konsumen. Salah satunya, ujarnya, dengan mencantumkan komposisi rokok yang dibuat.
Dia menuturkan, selama ini negara-negara di dunia terkesan lemah dalam mengawasi produsen rokok. "Produsen rokok dapat dengan bebas mengganti bahan-bahan pembuat rokoknya tanpa memberitahukannya kepada pemerintah dan masyarakat," tuduhnya.
Dia mencontohkan adanya tambahan bahan kimia dalam rokok-rokok buatan Amerika Serikat. Di AS, lanjutnya, pernah terdapat mantan pekerja perusahaan rokok bernama Victor Denobel yang mengungkap hal itu. Dalam testimoninya, Denobel mengatakan bahwa perusahaan rokok tempatnya bekerja menambahkan zat kimia khusus dalam rokok produksinya. "Zat kimia itu bertujuan untuk mempercepat daya adiksi rokok," ujar Ruth.
Pengamat kesehatan, M Kartono berharap agar pemerintah melakukan langkah pencegahan terhadap kemungkinan beredarnya rokok berfilter babi. Salah satunya adalah dengan cara meneliti kandungan rokok yang saat ini beredar di dalam negeri. "Itu mungkin dapat dilakukan oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan LP POM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik) MUI," ucap Kartono.
Dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi negara yang paling dirugikan dengan adanya rokok tersebut. Untuk itu, pemerintah harus memastikan bahwa rokok tersebut tidak beredar di Indonesia. "Harus diteliti apakah di sini (Indonesia-red) sudah ada rokok itu apa tidak," ucapnya kepada wartawan.
Hal tersebut, tambah Simon, berdasarkan penelitian koleganya yang berasal dari Belanda, Christien Meinderstein pada 2007. Meinderstein melakukan penelitian terhadap penggunaan babi dalam berbagai bentuk. Dari temuannya tersebut, terdapat hampir ribuan barang yang dibuat dengan bahan dari babi. Dari kulit hingga enzimnya. Dari penelitiannya itu juga dia menemukan adanya indikasi penggunaan darah babi, khususnya hemoglobin, dalam filter rokok.
Simon yang mempunyai gelar profesor di bidang sosiologi menuturkan hal itu perlu untuk dilakukan. Terlebih di zaman globalisasi seperti sekarang. Ekspor dan impor dapat dilakukan dengan cara yang gampang. Sehingga tidak menutup kemungkinan rokok tersebut telah beredar di dalam negeri.
Pada kesempatan yang sama, editor Majalah Tobacco Control, Ruth E Malone, mengatakan produsen rokok harus berhenti untuk menipu para konsumen. Salah satunya, ujarnya, dengan mencantumkan komposisi rokok yang dibuat.
Dia menuturkan, selama ini negara-negara di dunia terkesan lemah dalam mengawasi produsen rokok. "Produsen rokok dapat dengan bebas mengganti bahan-bahan pembuat rokoknya tanpa memberitahukannya kepada pemerintah dan masyarakat," tuduhnya.
Dia mencontohkan adanya tambahan bahan kimia dalam rokok-rokok buatan Amerika Serikat. Di AS, lanjutnya, pernah terdapat mantan pekerja perusahaan rokok bernama Victor Denobel yang mengungkap hal itu. Dalam testimoninya, Denobel mengatakan bahwa perusahaan rokok tempatnya bekerja menambahkan zat kimia khusus dalam rokok produksinya. "Zat kimia itu bertujuan untuk mempercepat daya adiksi rokok," ujar Ruth.
Pengamat kesehatan, M Kartono berharap agar pemerintah melakukan langkah pencegahan terhadap kemungkinan beredarnya rokok berfilter babi. Salah satunya adalah dengan cara meneliti kandungan rokok yang saat ini beredar di dalam negeri. "Itu mungkin dapat dilakukan oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan LP POM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik) MUI," ucap Kartono.
Red: Siwi Tri Puji.B
0 Response to "Rokok Berfilter dari Darah Babi Ada di Indonesia?"
Post a Comment